Bisnis Batu Cincin Menjanjikan?

Berawal hanya hobi memakai asesoris, cincin batu hias, tetapi kemudian menjadi ladang bisnis. Inilah barangkali yang dialami Iron (59), warga Kampung Babakan Panembong, RT. 01/09, Desa Jatisari, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut ini.

Sejak tahun 1987, suami Ny, Sukarsih ini dikaruniai empat anak itu, mampu bertahan dan tegar melakoni lika liku bisnis batu perhiasan bermodis ini.  Manis pahit pun telah banyak dirasakan. Namun berkat keuletan, kemauan keras serta semangat tinggi yang tak kunjung padam, membuatnya bisa melejit dan berkembang.

Meski jatuh bangun saat mengawali bisnisnya itu, tetapi Iron tak mengenal kata putus asa. Dia terus menekuni bisnis batu cincin dan batu hias bermodis ini hingga 26 tahun.

“Awalnya kami gemar mengoleksi batu-batu indah dan modis, menghiasi jari-jari tangan agar pantas dipandang orang. Tapi seiring berjalannya waktu, kini menjadi penjual,” kata Iron, di sela-sela melayani pembeli di lokasi mangkalnya depan toko Exbouw Garut.

Menurut dia, benda-benda antik dan unik yang dijajakannya itu berupa jenis batu cincin yang biasa dipajang, diantaranya Batu Safir, Rubi, Jamrud, Kalimaya dan Kecubung. Harganya pun relatif murah,  bervariatif mulai dari Rp50 ribu, Rp500 ribu hingga jutaan rupiah.

Dewasa ini yang banyak diminati dan diburu para kolektor, adalah jenis Batu Bungbulang Garut. Selain harganya murah, juga kualitasny tak kalah menarik. Para pembeli batu yang didagangkan Iron, bukan hanya dari daerah Garut dan Pulau Jawa, melainkan dari Kalimantan, dan Sumatera serta sejumlah daerah lainya.

“ Terus terang, saya kebanjiran pesanan Batu Bungbulang. Para pemesan itu sengaja meluangkan waktu datang ke rumah, demi mendapatkan batu tersebut,” kata Iron. Akibat banyak pesanan, Iron mengaku harus  pontang panting mencari modal tambahan.

Membludaknya pesanan, Iron mengaku harus melibatkan anggota keluarganya dalam memproduksi dan mengolah batu menjadi batu hias, paling tidak Heri anaknya.

Batu Bungbulang yang tadinya bongkahan tak berarturan diolah menggunakan peralatan mesin seadanya menjadi batu cincing atau kalung yang menarik. Setiap harinya bisa memproduksi 10 buah batu cincin. Prosesnya memang diakui sulit, harus melalui tujuh tahapan. Mulai pemotongan, pembentukan, pelicinan, hingga menjadi bentuk batu bermodis sesuai yang diinginkan para pemesan.

Diakuinya, berbisnis biatu cincin itu sangat menjanjikan. Segi pemasarannya pun tak sulit. Namun Iron, mengaku terkendala dengan bahan mentah Batu Bungbulang. Sebab lanjut dia, sekarang jenis batu itu,  nyaris langka. Penyebabnya ada menggalian khusus untuk mendapatkan Batu Bungbunglang oleh pemodal kuat..

Selain itu, dirinya pun jelas terkendala dengan permodalan. Oleh karena itu dia berharap Pemkab Garut memfasilitasi pinjaman modal yang bersifat lunak. (ADR)